GUNUNG RANAKA

12 comments


Gunung Ranaka

Gunung ranaka tinggi menjulang 
Rimba belukar padang nan hijau membentang
Sawah dan ladang menguning nan emas
Diantara lembah ngarai dan sungai mengalir.

Kenangkan selalu, ingatlah slalu
Setiap saat setiap waktu dan sepanjang masa
Buktikan cintamu nyatakan baktimu
Dengan membangun dan membina daerahmu manggarai.

Itulah satu bait dari lagu "Gunung Ranaka." Lagu ini sangat populer saat saya masih SD di SDK Kumba I. Hampir setiap hari lagu ini dinyanyikan dengan penuh semangat sambil jalan di tempat.

Kini,sudah lebih dari sepuluh tahun, lagu ini tak pernah terdengar lagi. Bahkan tiga adikku tak pernah menyanyikan lagu ini.

Lagu ini adalah salah satu lagu kebanggan saya. Lagu ini bukan sekedar lagu, namun ada cerita dibalik itu tentang gunung Ranaka itu sendiri.


Kisah Tentang si "Ka"

Suatu malam, saat Ruteng dilingkupi kegelapan karena listrik padam, kami semua mencari terang dan kehangatn di keliling perapian di rumah gendang Kumba. Nenek saya merupakan salah satu keluarga yang mendiami rumah adat kumba tersebut. Aku tidak sering tidur di rumah gendang, kecuali jika ada acara adat atau acara keluarga.

Malam itu aku berhasrat nginap di sana demi mendapatkan sebuah cerita dari nenek saya "Baltasar Ngara." Saya memanggil nenek laki-laki dengan sebutan ema dan nenek perempuan dengan sapaan ende (bagi orang manggarai, tidak ada istilah kakek).

"Melet keta mai toko ce hau," ema bala memulai percakapan.

"Manga tugas ema," jawabku singkat.

"Bom ata sekolah kaku baoga tara rei one aku tugas situ," ema Bala menanggapi.

"Ehh... hi ema ho a, toe kat bantu," sanggahku.

"Ema... tombo turuk pe, " aku meminta ema Bala bercerita.

"Asa ata beti hau, cai-cai tombo turuk," ema sengaja membuatku dongkol. hehe..

"Eng ta ema, aku sewa tong. Aku weli rongko e," aku membujuk ema dengan penuh harap.

"De... gaya koen a. Toe di manga kerja, gaya kud weli rongko," canda ema sambil tertawa..

Begitulah keakraban kami, selalu ada canda tawa diantara kami. Di perapian itu, aku, ende, dan ema duduk berdiang. Ende masak sayur, sedangkan aku duduk manis sambil mendengarkan ema bercerita. Dan malam itu ema bercerita tentang gunung Ranaka.

Dahulu kala, Manggarai masih berupa hutan belantara. Toe di manga atan (belum ada orangnya). Beberapa waktu kemudian, datanglah dua pemuda dari Minangkabau. Mereka menjelajahi Manggarai yang begitu luas. Karena pada waktu itu belum ada orang, maka kedua pemuda tadi mencari tempat yang paling tinggi agar mereka selamat dari serangan binatang buas. Lako de ise ge haeng eta gunung hitu. Ngasangn danong toe gunung Ranaka tetapi gunung Mandosawu.

Ema bala berhenti sesaat sambil menambahkan beberapa potongan kayu ke tungku api.
Aku sudah tidak sabaran. "Terus ge?", tanyaku ke ema.
"Anak koe ho a, toe nganceng gereng cekoen, toe lelo reme apa haju so," jawab ema.
Aku hanya diam, takut diomelin lagi.(semakin tua mereka semakin suka mengomel, jadi saya harus maklum). heehe...
Setelah apinya kembali menyala, ema meneruskan ceritanya.

Danong ise pande sekang eta poco hitu terus pande uma koe kud weri latung kud hang dise.
Beberapa bulan kemudian, jagung tersebut akhirnya sudah siap untuk dipanen.
Ca leso, ngo bana ise cua, ngo kawe babi hutan kud hang dise.
Pas du kole ga, lelo lise, manga ata hang latung dise. Bingung ise, ceing peng ata emi latung situ.

Neho diang kole nenggitu. Pas leso te telun ge, ise pura-pura lako, kali tepengs one haju mese ruis uma dise. Le leson ga, kaget ise lelo ka (burung gagak) mai tako latung dise. Hema kaud ise, toe manga sikd lise. Ise lut ngo nias ka situ du poli hang latung. Kali , ka situ ngo sina rana (danau) kud cebong. Pas kud cebong ise, ledong lise sayap dise, lalu berubah ise jadi bidadari.

Kaget tu'ung kraeng situ sua. Mai ise tako sayap de bidadari situ. Pas poli cebongd bidadari situ agu kuds kole ga, toe manga itan sayap de sua bidadari. Akhir sua bidadari situ toe nganceng kole. Mai sua genok situ ge pura-pura tolong lise, akhir emi lise inewai situ jadi wina dise.

"Nenggitu sejaran, " kata ema Bala.
"Ba'ang ga," aku terus bertanya karena merasa belum puas.
"Hang di ta nu, diang-diang po tombo kole," ende menyela perbincangan antara aku dan ema.

Episode satupun berakhir dengan makan malam yang spesial (hang ute ndesi campur leba).

(bersambung).....

Ranaka dari kata rana dan ka. rana = danau, ka = gagak. Ranaka = tempat pemandian gagak. Katanya, ranamese itu adiknya ranaka. Hehehe... saya belum tau pasti. Nanti baru saya rapikan tulisan ini. Tolong diedit em. Makasih.


12 komentar:

  1. sebagai org manggarai sy bangga :)

    kali hoo ko crita sjarah de gunung ranaka ee..
    slam knal ka'e..sy dr manggarai timur ^^

    BalasHapus
  2. selamat tahun baru dan salam kenal ka'e. Mari kita berbagi cerita tentang Manggarai :-)

    BalasHapus
  3. makasih atas sejarahnya ewm ite..bangga jadi anak manggarai..

    BalasHapus
    Balasan
    1. itu sudah nara, kita bangga jadi anak Manggarai. sebenarnya ceritanya panjang, tapi saya persingkat. terima kasih sudah mampir untuk membaca.:-)

      Hapus
  4. terimakasi suda berbagi sejarah,, salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih sudah membaca tulisan saya. mohon masukannya agar tulisan di atas bisa lebih sempurna :-)

      Hapus
  5. Pisa kilo Meter lewen gunung ranaka hitu ewm..

    BalasHapus
  6. Pisa kilo Meter lewen gunung ranaka hitu ewm..

    BalasHapus
  7. Kalik ho,o sejaran gunung mandosawu,ternyata hia KA gu Hia Rana...terimakasih uda bgi critanya....semangat latang ite

    BalasHapus